Malaria
Dalam Kehamilan
Interaksi antara Malaria dengan
Kehamilan
Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling
mempengaruhi. Perubahan fisiologis dalam
kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek
sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik
bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya. P.
falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu
hamil. Primigravida umumnya paling mudah
terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral,
edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan
hemoragis.2 Masalah pada
bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin
terhambat , infeksi malaria dan kematian.2
Tabel l. Malaria dalam Kehamilan:
Masalah yang berlipat ganda
Lebih sering terjadi
|
Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi
umum. Penyebabnya kemungkinan karena
adanya imunosupresi dan hilangnya acquired immun selama kehamilan
|
Gejala lebih Atipik
|
Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik yang
mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal, imunologis dan hematologis
selama kehamilan.
|
Lebih Berat
|
Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit cenderung
membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.
|
Lebih Fatal
|
P.falciparum
malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat, dengan tingkat infeksius l3%
lebih tinggi daripada saat tidak hamil
|
Terapi harus selektif
|
Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat hamil
dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat. Oleh karena itu terapinya sering sulit,
terutama infeksi malaria berat yang disebabkan P. falciparum.
|
Masalah lain
|
Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh perubahan
fisiologis selama kehamilan. Harus
dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll. Keputusan untuk terminasi kehamilan juga
sering dipersulit oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan
ancaman persalinan prematur.
|
Patofisiologi
Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi
oleh perubahan sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta. Terjadi penurunan sistem imunitas didapat
yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara. (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada
janin)
Terdapat sejumlah
hipotesa yang menjelaskan patofisiologi
malaria dalam kehamilan, yaitu:
Hipotesis –l:
Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten
berhubungan dengan terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya: penurunan respon limfoproliferatif, peningkatan level kortisol serum. Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan
terhadap janin. Akan tetapi, kejadian
ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah
menderita malaria.
Hipotesis -2:
Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja,
atau transfer antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga
ibu hamil mudah terkena malaria?
Hipotesis -3: plasenta
adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga memungkinan adanya
imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu pada plasenta
yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri.
Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:
P. falciparum
mempunyai kemampuan unik untuk melakukan
cytoadhesion dan adhesion molecules spesifik terhadap CD
36 dan intercellular adhesion molecul-l
yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan
wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A dan asam…… diketahui
merupakan molekul perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel.
Gejala klinik
Selama kehamilan lebih dari
setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas,
Demam :
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam
pola demam, mulai dari afebris, demam tidak terlalu tinggi yang terus menerus
hingga hiperpireksia. Pada trimester
kedua kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses
imunosupresi.
Anemia :
Di negara berkembang, yang
merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala yang sering ditemukan selama
kehammilan. Penyebab utama anemia adalah malnutrisi dan kecacingan. Dalam kondisi seperti ini, malaria akan
menambah berat anemia. Malaria bisa
bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia harus diperiksa
kemungkinan malaria. Anemia merupakan
gambaran klinik yang sering ditemukan pada pasien multigravida dengan imunitas
parsial yang hidup di daerah hiperendemis.
Splenomegali :
Pembesaran limpa bisa
terjadi , dan menghilang pada trimester dua kehamilan. Bahkan splenomegali yang menetap sebelum
hamil bisa mengecil selama kehamilan.
Komplikasi:
Komplikasi cenderung lebih
sering dan lebih berat selama kehamilan.
Komplikasi yang sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru,
hipoglikemia dan anemia. Komplikasi yang
lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntaber dan lain-lain.
Komplikasi malaria dalam kehamilan
Anemia:
Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia. Hal ini
disebabkan:
- Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
- Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
- Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
Anemia yang disebabkan oleh
malaria lebih sering dan lebih berat antara usia kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat
memperberat anemia ini.
Anemia meningkatkan kematian
perinatal dan morbiditas serta mortalitas maternal. Kelainan ini
meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.
Anemia yang signifikan (Hb
<7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah. Sebaiknya diberikan packed red cells daripada
whole blood untuk mengurangi tambahan volume intravaskuler. Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole
blood dapat menyebabkan edema paru.
Edema paru akut
Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih
sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita tidak hamil. Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang
atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih sering pada trimester 2
dan 3.
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia
sebelumnya dan adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan risiko
mortalitas.
Hipoglikemia
Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi
dalam kehamilan. Faktor-faktor yang
mendukung terjadinya hipoglikemia adalah
sebagai berikut:
- Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit
- Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan
- Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Hipoglikemia pada
pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat luput
terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi
malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan
tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan lain-lain
yang hampir menyerupai gejala malaria serebral.
Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum,
khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya
setiap 4-6 jam sekali. Hipoglikemia juga
bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.
Kadang-kadang hipoglikemia
dapat berhubungan dengan laktat asidosis
dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas
akan sangat meningkat.
Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada
tanda-tanda yang spesifik.
Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi
menjadi lebih sering dan lebih berat.
Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respon
imun.
Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis
imunoglobulin,
Penurunan fungsi sistem
retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas
didapat terhadap malaria sehingga ibu
hamil lebih rentan terinfeksi malaria.
Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang
tinggi. Pasien juga lebih sering
mengalami demam paroksismal dan relaps.
Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia)
dan pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan
karena imunosupresi ini.
Risiko Terhadap Janin
Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam, insufisiensi plasenta,
hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek
buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi
jenis infeksi P. falciparum lebih
serius.(Dilaporkan insidensinya mortalitasnya
l5,7% vs 33%) Akibatnya dapat
terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim,
insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat
badan lahir rendah dan gawat janin.
Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat
menyebabkan malaria kongenital.
Malaria kongenital
Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada
<5% kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat
melindungi janin dari keadaan ini. Akan
tetapi pada populasi non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada
keadaan epidemi malaria. Kadar quinine
plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga
kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin. Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan
malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat
menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali,
anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan
di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah
inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.
Pregnancy
malaria dan intensitas transmisinya
Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara
daerah dengan transmisi rendah dengan transmisi tinggi karena berbedanya tingkat imunitas. Pada daerah endemik, imunitas yang didapat
tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi, sering asimtomatik dan juga jarang
terjadi parasitemia. Sekuestrasi
plasmodium di plasenta dan terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil
pemeriksaan plasmodium di darah tepi seringkali negatif. Parasitemia yang berat terjadi terutama pada
trimester 2 dan 3, anemia dan gangguan integritas plasenta meyebabkan
berkurangnya hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan berat lahir rendah,
abortus, kematian janin dalam rahim, persalinan prematur dan semakin
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin. Masalah ini lebih sering terjadi pada
kehamilan pertama dan kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada
kehamilan2 berikutnya. Strategi
penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi
intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida.
Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat
berbeda. Risiko malaria dalam kehamilan
lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal serta abortus spontan pada >60% kasus. Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun
telah diterapi; namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi. Strategi penanganannya adalah pencegahan
dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan pengobatan yang adekuat.
Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan
Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam
kehamilan, yaitu:
- Pengobatan malaria
- Penanganan komplikasi
- Penanganan proses persalinan
Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan
harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)
Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus
sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit
dengan melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin,
hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.
Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan menunjukkan komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu harus dilakukan monitoring
ketat serta me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap
pemeriksaan/visite rutin.
Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus
dalam penanganan malaria. Selain itu,
sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat
menimbulkan efek samping yang berat.
Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan
terapi pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan.
- Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris)
- Hindari obat yang menjadi kontra indikasi
- Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat
- Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.
- Pertahankan asupan kalori yang adekuat.
Antimalaria dalam kehamilan
Semua trimester : quinine:
Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua : mefloquine;
pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi : primaquine;
tetracycline; doxycycline; halofantrine
Sumber..;
http://fajrucmedicine.blogspot.com/2013/02/malaria-dalam-kehamilan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar